Klasifikasi Makna dalam Bahasa Indonesia

Klasifikasi Makna dalam Bahasa Indonesia - Makna dapat diklasifikasikan atas beberapa kemungkinan sebagai mana diuraikan berikut ini.

1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal adalah makna leksikon/leksen atau kata yang berdiri sendiri, tidak berada dalam konteks, atau terlepas dari konteks. Ada yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah yang terdapat dalam kamus. Makna leksikal merupakan makna yang diakui ada dalam leksem atau leksikon tanpa leksikon itu digunakan. Begitu kata amplop dapat diberi makna “sampul surat”, dengan tanpa menggunakan kata itu dalam konteks. Maka makna “sampul surat” yang terkandung dalam kata amplop itu merupakan makna leksikal.

Makna gramatikal merupakan makna yang timbul karena peristiwa gramatikal. Makna gramatikal itu dikenali dalam kaitannya dengan unsur yang lain dalam satuan gramatikal. Jika satuan yang lain itu merupakan konteks, makna gramatikal itu disebut juga makna kontekstual. Dalam konteks itu, kata amplop, misalnya, tidak lagi bermakna “sampul surat”, tetapi dapat berarti uang suap. Makna gramatikal tidak hanya berlaku bagi kata atau unsur leksikal, tetapi juga morfem. Makna gramatikal juga dapat berupa hubungan semantis antar unsur.

2) Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif merupakan makna dasar suatu kata atau satuan bahasa yang bebas dari nilai rasa. Makna konotatif adalah makna kata atau satuan lingual yang merupakan makna tambahan, yang berupa nilai rasa. Nilai rasa itu bisa bersifat positif, bersifat negatif, bersifat halus, atau bersifat kasar. Dua buah kata atau lebih memiliki makna denotatif yang sama. Perbedaannya terletak pada makna konotatifnya. Kata kamu dan anda, misalnya, memiliki makna denotatif yang sama, yakni “orang kedua tunggal”. Kedua kata itu berbeda makna konotatifnya . Kata kamu berkonotasi “kasar”, kecuali bagi orang-orang Tapanuli/Batak, dan kata anda berkonotasi halus. Demikian juga kata dia dan beliau. Kedua kata itu berdenotasi “orang ketiga tunggal”, tetapi kata dia tidak berkonotasi “hormat”, sedangkan kata beliau berkonotasi “hormat”. Dengan kata lain, kata beliau bermakna konotasi “positif”, sedangkan kata dia tidak berkonotasi “positif”. Karena tidak berkonotasi “negatif”, kata dia dapat ditafsirkan berkonotasi “netral” (periksa Chair, 1990:68). Nilai positif dan negatif yang menjadi ukuran nilai rasa, dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Hormat dan tidak hormat menggambarkan nilai rasa. Sopan dan tidak sopan juga menggambarkan nilai rasa.

3) Makna Lugas dan Makna Kias

Makna lugas merupakan makna yang sebenarnya. Makna Lugas disebut juga makna langsung, makna yang belum menyimpang atau belum mengalami penyimpangan. Sebaliknya, Makna Kias adalah makna yang sudah menyimpang dalam bentuk ada pengiasan hal atau benda yang dimaksudkan penutur dengan hal atau benda yang sebenarnya. Sebuah kata dapat digunakan secara lugas dan dapat pula digunakan secara kias. Dengan kata lain, sebuah kata dapat memiliki makna lugas dan memiliki makna kias. Kedua kemungkinan itu tergantung pada penggunaannya. Makna kias timbul karena ada hubungan kemiripan atau persamaan. Orang yang pendek disebut cebol, wanita nakal disebut kupu-kupu malam. Kadang-kadang, hubungan itu ditampakkan dalam isi dan wadah, seperti amplop yang berarti “uang suap”.

4) Makna Luas dan Makna Sempit

Dilihat dari segi cakupan atau tingkat keluasan makna dua buah kata, makna dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni makna luas dan makna sempit. Makna luas merupakan akibat perkembangan makna suatu tanda bahasa. Contoh klasik yang paling populer dalam studi semantik bahasa Indonesia adalah kata saudara, yang tidak hanya bermakna “saudara satu bapak/ibu”, tetapi juga “orang lain yang tidak ada hubungan darah.”

Makna kitab “buku” merupakan makna sempit. Kitab yang berarti “buku” itu tidak lagi “sembarang buku”. Sekarang kata kitab lebih bermakna “buku suci” seperti yang tampak dalam pemakaian kitab Al-Qur’an, kitab Injil, kitab Zabur dan seterusnya. Pada tahun 1960-an kata kitab itu masih memiliki makna yang tidak hanya terbatas pada kitab suci, tetapi juga kitab-kitab yang lain (buku). Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar juga ungkapan “dalam arti luas” atau “dalam arti sempit”, seperti yang dapat dikenakan pada kata taqwa. Kata taqwa itu dalam arti luas adalah “berserah diri kepada Allah” dan dalam arti sempit adalah “menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya”. Dengan demikian, makna luas dan makna sempit itu tidak hanya karena perubahan makna, tetapi juga karena tingkat cakupan makna yang sudah terkotak menjadi dua, yakni makna luas dan makna sempit.

Silahkan berkomentar sesuai topik di atas. Berkomentarlah yang sopan,tidak melakukan promosi, juga tidak menyisipkan link.
EmoticonEmoticon