Mengenal Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

Mengenal Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia - Sejak pertumbuhannya hingga sekarang, ejaan dalam bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian. Pergantian itu dilakukan dengan maksud mencapai kesempurnaan. Beberapa ejaan yang pernah berlaku sampai sekarang itu adalah (1) Ejaan Ch. A. van Ophusyen, (2) Ejaan  Republik atau Ejaan Soewandi, dan Ejaan yang Disempurnakan. Ketiga jenis ejaan itu diuraikan berikut.

1. Ejaan Ch. A. van Ophusyen

Penamaan Ejaan van Ophusyen sebagai ejaan yang pertama kali berlaku di Indonesia disesuikan dengan nama penciptanya, yaitu Ch. A. van Ophusyen. Pemberlakuan ejaan tersebut ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1901. Ejaan van Ophusyen itu sendiri adalah ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Ejaan van Ophusyen termasuk dalam ejaan fonologis, yaitu ejaan yang didasarkan pada bunyi atau fon.

Untuk mengetahui bagaimana ejaan van Ophusyen itu, berikut beberapa contohnya.
1) Bunyi /u/ ditulis /oe/ seperti pada kata baroe (baru), koeda (kuda), oetoes (utus), loear (luar), dan boengsoe (bungsu).
2) Bunyi /ny/ ditulis /nj/ seperti pada kata njawa (nyawa), tanja (tanya), kebanjakan (kebanyakan), boekeonja (bukunya), dan misalnja (misalnya).
3) Bunyi /c/ ditulis /tj/ seperti pada kata tjari (cari), patjaran (pacaran), pintjang (pincang), tjutji (cuci), dan tjerita (cerita)
4) Bunyi /k/ di tengah dan di akhir kata ditulis atau dilambangkan dengan tanda apostrof (tanda koma satu di atas huruf) seperti pada kata ra’jat (rakyat), bapa’ (bapak), ma’na (makna), ta’kan (takkan), dan moe’min (mukmin).
5) Bunyi /y/ ditulis /j/ seperti pada kata sajang (sayang), jakin (yakin), dan sajur (sayur).
6) Bunyi /j/ ditulis /dj/ seperti pada kata djari (jari), badjak (bajak), djuli (juli), dan Djakarta (Jakarta).

2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi

Seperti halnya Ejaan van Ophusyen, penamaan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik berkaitan pula dengan nama orang. Dalam hal ini, Mr. Soewandi selaku menteri pengajaran, pendidikan, dan kebudayaan mengeluarkan surat keputusan tentang pemberlakuan ejaan baru. Karena yang mengeluarkan putusan itu adalah Mr. Soewandi, ejaan tersebut dinakaman ejaan Soewandi. Ejaan Soewandi tidak berbeda jauh dengan Ejaan van Ophusyen.

Berikut disajikan Ejaan Soewandi untuk melihat perbedaannya dengan ejaan sebelumnya.
1) Bunyi /u/ yang ditulis /oe/ dalam Ejaan van Ophusyen tetap dibunyikan /u/ dengan tulisan /u/. Jadi, huruf dibunyikan sesuai dengan tulisannya.
2) Bunyi hamzah yang dilambangkan dengan tanda koma (‘) diubah dengan lambang /k/ seperti pada kata ra’jat menjadi rakyat, tida’ menjadi tidak, ma’na menjadi makna, dan bapa’ menjadi bapak.
3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti bapak2 (bapak-bapak), se-kali2 (sekali-kali), dan lukis2an.
Perlu dikemukakan bahwa baik dalam Ejaan van Ophusyen maupun Eaan Soewandi tidak dikenal huruf /c/ dan /y/. Keduanya  dilambangkan dengan /tj/ untuk /c/ dan /j/ untuk /y/.

3. Ejaan Melindo

Ejaan Melindo atau Melayu Indonesia lahir dari perjanjian persahabatan dan kebudayaan RI-Persekutuan Tanah Melayu yang dilakukan oleh Djuanda dan Tun Abdul Razak. Pemakaian Ejaan ini diumumkan secara bersama di Jakarta pada 31 Januari 1962. Namun demikian, Ejaan Melindo tidak bertahan lama. Ejaan Melindo dipandang kurang praktis karena ada beberapa huruf yang sulit diterapkan. Jika dilakukan penggantian huruf dari Ejaan Soewandi ke Ejaan Melindo, banyak kerugian yang akan dialami terkait dengan penggantian huruf di mesin ketik.

Berikut beberapa huruf yang sesuai dengan konsep Ejaan Melindo sebagai pengganti Ejaan Soewandi.
1) Bunyi huruf /nj/ pada Ejaan Soewandi diubah menjadi /zz/ pada Ejaan Melindo.
2) Bunyi huruf /ng/ pada Ejaan Soewandi diubah menjadi /  / pada Ejaan Melindo.
3) Bunyi sengau /au/ seperti pada kata pulau, aula, dan halau, dalam Ejaan Soewandi, dibunyikan /aw/ pada Ejaan Melindo sehingga menjadi pulaw, awla, halaw.
4) Seperti halnya bunyi /au/, bunyi /oi/ dalam Ejaan Soewandi  dilambangkan dengan huruf /oy/ dalam Ejaan Melindo.

Jadi, kata-kata seperti amboi, tomboi, sukoi, dalam Ejaan Soewandi diubah menjadi amboy, tomboy, sukoy, dalam Ejaan Melindo.

4. Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan yang Disempurnakan diresmikan pemakaiannya berdasarkan Kepres No. 57 tahun 1972. Ejaan ini sebagai penyempurnaan dari Ejaan Soewandi.  Beberapa contoh perubahan Ejaan Soewandi ke EYD dapat dilihat pada penjelasan berikut.

1) Bunyi /dj/ pada kata djalan, djuang,  djaya, adjaran, dan kata yang lainnya diubah menjadi /j/, yaitu jalan, juang, jaya, ajaran.
2) Bunyi /j/ seperti pada kata pajung, bajar, jang, jaitu dan lainnya diubah menjadi bunyi /y/, yaitu payung, bayar, yang, yaitu.
3) Bunyi /nj/ seperti pada kata njonja, njai, penjajang, njala, dan lain-lain diubah menjadi /ny/, yaitu nyonya, nyai, penyayang, nyala.
4) Bunyi /sj/ seperti pada kata sjarat, sjair, dan lain-lain diubah menjadi syarat, syair.
5) Bunyi /tj/ seperti pada kata tjakap, batja, tjinta, tjerita, dan lain-lain diubah menjadi /c/, yaitu cakap, baca, cinta, dan cerita.
6) Bunyi /ch/ seperti pada kata tarich diubah menjadi tarikh.

Silahkan berkomentar sesuai topik di atas. Berkomentarlah yang sopan,tidak melakukan promosi, juga tidak menyisipkan link.
EmoticonEmoticon